Sejak kapan sih gerakan kristenisasi ini muncul ? Gerakan ini muncul sejak kekalahan Umat kristen pada perang salib. Pendirinya nya tidak di ketahui.Asih gerakan kristenisasi itu ? Gerakan kristenisasi ialah mengkristenkan orang atau membuat seseorang
memeluk agama Kristen. Arti kata-kata itu menurut istilah ialah:
mengkristenkan orang secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang
mungkin agar supaya adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan
ajaran agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan
tersiar luasnya agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial
penduduk diatur dan berpusat ke gereja.Ada pun cara-cara yang di lakukan oleh para " mujahid " kristen dalam melancarkan tugasnya adalah Berbagai cara ditempuh untuk melancarkan proyek kristenisasi. Ada yang
memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai
ternama. Ada pula tokoh Muslim yang "mendukung" kristenisasi
Kawin antar-agama hanyalah salah satu cara kristenisasi. Lainnya,
banyak. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending
perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini,
kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari
agama, baru kemudian memurtadkannya. Abu Deedat merujuk pada Al-Quran
Surat Al-Baqarah: 109, "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar
mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman..." Juga Al-Baqarah: 120, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."
Sinyalemen Al-Quran itu memang benar. Dalam Konferensi Misionaris di
kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur
organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan
menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan
seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq
sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi
baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum
penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu."
Plesetan Al-Quran
Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai
sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu.
Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet
dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan
Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman,
At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.
Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat
Al-Quran dan Hadits. "Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi.
Pemberian Supermie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi," tutur Abu
Deedat.
Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat
Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin -Muslim murtad-
menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
"Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada
umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti
orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang
hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati
seperti untuk Suradi dan Poernama," ujarnya. Dua nama terakhir adalah
pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena
menghina agama Islam.
Buku-buku Nurdin laku keras. Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes.
Hasilnya, menurut penuturan Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha
Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini, banyak orang Islam yang
akhirnya menerima Yesus alias murtad. "Bahkan ada yang menjadi
penginjil."
Contoh buku karangan Nurdin adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang
Benar), As-Sirrullahil Akbar (Rahasia Allah yang Paling Besar), dan
Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.
Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat.
Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami. Misalnya "Allahu Akbar Maulid
Nabi Isa as", "Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil",
dan "Siapakah yang Bernama Allah itu?" Bertebaran pula stiker kaligrafi
Arab yang isinya pujian kepada Yesus.
Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan
Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah
(YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.
Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri
Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak
dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik
itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada
pernyataan, "Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juruselamat saya."
Mengaku Mantan Haji
Bidang kesehatan juga dibidik. Ini antara lain dialami keluarga Hartono,
warga Kupang, Surabaya. Istrinya, Jam'iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ
Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan selangit sehingga Hartono yang
cuma bekerja sebagai mandor kontraktor kebingungan.
Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada
syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya
menjadi penganut Kristen.
Cara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat
atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang
menyanyikan puji-pujian kepada Yesus. Hal serupa juga dilakukan jemaat
Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul
Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai
sajadah, dan mendendangkan qasidah.
Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya -red) juga berani
mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai
terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan
diedarkan di tengah masyarakat.
Misalnya di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus
Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang
pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam
di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian
itu palsu.
Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu
Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir
Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji.
Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah
belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia
pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.
Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya
kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M
Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev
Paulus Marsudi.
Sekolah dan Tawaran Kerja
Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum
Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti
Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global
Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta,
yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.
Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan
misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan
mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan
bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU).
Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam,
menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala
super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala,
dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau
dapat gratisan, bisa saja. "Asal masuk Kristen," ujar Masrizal, aktivis
dakwah di Pesisir Selatan.
Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena
terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera
dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.
Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik
kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal
Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi
beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. "Tapi setelah sampai di sini,
mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto,"
ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara
konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.
Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut
kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara
babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5
hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg
warga dan aparat.
"Dukungan" Tokoh Muslim Liberal
Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan' dari beberapa orang
yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan
paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun
dunia baru', dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama.
Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan pluralnya
antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis
Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah
Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia.
Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara
al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang
harus disembah. Secara al'uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha
ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi
dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda
dengan Islam.
Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni)
kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam
bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud)
dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus).
Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk
dalam teologi Islam. "Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk
penghancuran aqidah," timpal Abu Deedat.
Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama,
Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa
Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan
kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi
tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide
Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui
keabsahan keduanya sekaligus.
Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu
sebagai upaya pendangkalan aqidah. "Para pengikut Nabi Isa as (kaum
Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru.
Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian
Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah
Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat
bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri," katanya.
Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab
sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal
menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina
(Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen
UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar),
dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.
Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI,
melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya.
Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk
mengakui bahwa agama Kristen juga benar. "Teologi pluralis sebenarnya
adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus
Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan," ujarnya.
Kaum Kristen juga tak segan-segan "menyerang" tokoh-tokoh Muslim yang
dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil
Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) dan KH Abdul
Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As-Syafiiyah, Jakarta).
Sekitar 5 bulan lalu, keduanya mendapat kiriman brosur dari STT
Apostolos. "Isinya tidak secara langsung mengajak kepada agama Kristen,
namun mengajak saya agar masuk ke dalam Apostolos. Itu artinya Apostolos
mengajak saya untuk masuk ke dalam agama Kristen," kata Abdul Rasyid.
Abdul Rasyid segera melaporkan kejadian itu kepada aparat, sebab cara
itu sudah melanggar ketentuan hukum, yakni larangan mengajak ummat suatu
agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian ada pemberitahuan dari aparat
bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni membantah telah mengirim
surat dan brosur itu.
"Terlepas dari benar tidaknya bantahan itu, yang jelas apa yang saya
alami merupakan indikasi bahwa sasaran kristenisasi tidak hanya kalangan
akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh masyarakat," ujar Abdul Rasyid.
Yerikho 2000 dan Doa 2002
Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar,
di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos
Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James
berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia.
James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan
mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani.
Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar
James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di
Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS
Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan
Asuransi Lippo.
Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia
Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church
Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea
Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh
mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti,
data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari
90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999). Keberhasilan itu
berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62
misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari
Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan
Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).
Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos
World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho
2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra
kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.
Proyek ini bertujuan "mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan
menyongsong abad XXI". Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil
dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah "paling gelap" di Indonesia dan
sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, "Kita harus
merebut tanah Pasundan bagi Kristus."
Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM
berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).
Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19
Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002. Secara khusus program ini menyebut
beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya
adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh,
Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua.
Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa
yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.
Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada
tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa
mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus
duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi,
literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan
kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku
Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan
wanita.
Secara khusus, orang Kristen mendoakan Presiden Megawati dan beberapa
pemimpin dunia. Harapannya, agar Megawati (dan para pemimpin) mendapat
pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan keluarganya datang mengenal
Kristus.
Duta-duta Injil juga sedang menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni
meningkatkan doa 5 kali sehari dengan pelaksanaan minimal 30 menit lebih
awal sebelum waktu shalat (bagi orang Islam). Tujuannya adalah untuk
mengadakan penghadangan ruhani sekaligus pembersihan atmosfir ruhani
agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.
Ritualnya dilaksanakan sebelum waktu shalat ummat Islam, yakni subuh
(mulai 03.15-selesai), pagi (10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore
(17.00-selesai), dan malam (18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan
doa semalaman dan peperangan ruhani sambil berkeliling kota/lokasi
tertentu. Awas, hati-hati!* (ahmad, dodi nurja, amz, pam)
------------
Da'i Buta, Pelita Ummat di Bulukumba
Buta mata bukan berarti hatinya buta. Justru karena buta ia menjadi
orang berguna
Salah kalau menganggap semua orang buta itu bodoh. Lihat saja Muhammad
Iqbal Coing (30), ia mampu menghafalkan al-Qur'an 30 juz (hafidz),
sesuatu yang tidak sembarang orang menguasainya. Ia juga seorang kiai
yang mengasuh 110 santri. Bukan itu saja, kini Iqbal, begitu panggilan
da'i muda ini lagi digandrungi ummat Islam di Bulukumba, Sulawesi
Selatan.
Dalam sehari rata-rata ia berceramah 3 kali dengan tempat berbeda-beda.
Bahkan kadang sampai ke Sinjai dan Bantaeng, dua kabupaten yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Bulukumba. Jamaahnya beragam, mulai
dari remaja, dewasa, ibu-ibu dan juga para pejabat. Andi Patabai
Pabokari, Bupati Bulukumba pernah meminta Iqbal ceramah di kantornya
ketika dia menetapkan hari Jum'at sebagai hari ibadah.
Isi ceramahnya bukan saja berbobot tapi juga memikat retorikanya.
Ceramahnya gampang menyentuh kalbu jamaahnya dan sesekali diselipi humar
segar. Selain itu, juga menyelipkan informasi-informasi terbaru tentang
persoalan-persoalan yang berkembang di sekitarnya, mulai dari ekonomi,
politik dan sosial baik nasional maupun internasional. "Beliau
seakan-akan melihat semua kejadian dan perkembangan yang ada,
seakan-akan beliau tidak buta," kata As'ad Salam, Ketua KPPSI (Komite
Persiapan Penegakan Syariat Islam) Bulukumba, yang sering mengantar dan
menjemput Iqbal untuk ceramah. "Meskipun saya tidak bisa membaca, tetapi
masih bisa mendengar. Saya aktif mengikuti perkembangan dunia lewat
berita radio," begitu ayah lima anak ini memberi resepnya. Cara lain,
kadang ia meminta santrinya membacakan berita-berita di koran dan
majalah.
Iqbal tidak cuma tampil di majelis taklim, beberapa kali ia Iqbal juga
bicara di forum ilmiah, misalnya seminar. Seperti disaksikan Suara
Hidayatullah (Sahid) sendiri di Masjid Babul Jihad, Kecamatan Kindang.
Iqbal mempresentasikan makalahnya berjudul, "Peran dan Kedudukan Wanita
Menurut Pandangan Islam." Tema itu dibahas oleh Iqbal secara sistematis
dengan mengutip beberapa hadits dan ayat al-Qur'an. "Makalah itu diketik
oleh anak-anak (santri), saya hanya mendikte saja," Iqbal memberi
pengakuan.
Dengan kemampuannya di atas, harus diakui bahwa ingatan Iqbal memang
sangat kuat. Bukti lain, ia bisa mengenali seseorang hanya dari
suaranya. "Saya sempat kaget, seingat saya baru sekali ketemu beliau,
tetapi beliau bisa mengenali saya," ungkap Hamka, salah seorang jamaah
Iqbal. Begitu pula dengan pengakuan para santri. Hanya saja, di mata
orang lain Iqbal dipandang punya kelebihan, ia sendiri menganggap
biasa-biasa. "Saya tidak punya kelebihan apa-apa, saya juga tidak punya
karomah, saya hanyalah mahluk biasa seperti kalian," begitulah Iqbal
selalu merendah.
Kelebihan Iqbal yang lain, ia mampu menjadi rem perekat dan bisa
diterima berbagai kelompok ummat Islam di Bulukumba. Seperti diakui
diungkapkan oleh As'ad Salam, "Keberadaan Iqbal di Bulukumba menjadi
pemersatu ummat."
Kelompok-kelompok ummat Islam di kota yang terkenal karena pembuatan
kapalnya itu antara NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiah, dan juga ada
beberapa harakah. Di antara kelompok-kelompok itu kadang muncul
gesekan-gesekan yang bisa memicu perpecahan. Di situlah peran Iqbal
mempererat tali ukhuwah islamiah. Ia sendiri mengaku netral. "Saya tidak
memihak pada satu kelompok atau organisasi Islam tertentu. Dan saya
berdakwah bukan karena kelompok, tapi karena Allah," tegasnya.
Tantangan lain yang dihadapi Iqbal adalah masih kuatnya kepercayaan
sebagian masyarakat Bulukumba terhadap mitos-mitos. Misalnya, tidak
sedikit ummat yang masih suka memberi sesajen kepada pohon besar atau ke
kuburan. Menghadapi masyarakat seperti ini, kata Iqbal, mesti hati-hati.
"(Sebab) jika dikerasi, mereka tidak akan menerima kita," katanya.
Sehingga Iqbal menggunakan kiat tersendiri dalam mendekati orang-orang
yang masih menganut kepercayaan seperti itu.
Di beberapa desa tertentu yang masih kuat kepercayaan tahayulnya, Iqbal
tidak memberikan ceramah fiqh yang berkaitan dengan halal haram.
Melainkan mengenalkan kemurnian ajaran Islam dan manfaat-manfaatnya. Ini
penting untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat.
Lahir Buta
Iqbal lahir dari pasangan Coing dan Umming 30 tahun lalu di Salomekko,
Kajuara, Sulawesi Selatan. Ayahnya seorang guru SD, ibunya petani biasa.
Berbeda dengan saudara-saudaranya lain yang normal, sejak lahir Iqbal
sudah buta. Beruntung ayahnya seorang yang bijak, meski si buah hati
cacat tapi dia tak ingin anaknya itu bodoh. Iqbal kemudian dititipkan di
SD di desanya sebagai anak bawang. Sekedar menambah pengalaman dan
pengetahuan, begitu mungkin maksud ayahnya. Di dalam kelas memang tidak
banyak yang bisa dilakukan Iqbal, selain duduk manis sambil mendengarkan
apa yang diajarkan guru. Itu dilakukan selama tiga tahun. Ketika usia
SMP, kembali Iqbal dititipkan di sebuah SMP di daerahnya selama dua
tahun. Di sini pun Iqbal cuma menjadi mustami' (pendengar). Meskipun
demikian, proses belajar yang unik itu cukup membuka wawasan Iqbal,
hingga memunculkan pertanyaan di dalam benaknya, "Kalau begini terus mau
jadi apa?"
Renungan sekelebat itu nyatanya mampu mendorong tekad baru. Apalagi ia
mengetahui orang-orang buta seperti dirinya nasibnya lebih banyak yang
memprihatinkan. Ada yang jadi pengamen, semir sepatu dan bahkan
pengemis. Ia tak ingin menjadi seperti itu. Ia ingin menjadi orang yang
berarti bagi orang lain. Terlintas di dalam benaknya, ia ingin menjadi
penghafal al-Qur'an saja. "Karena saya tidak bisa membaca, jadi saya
harus menghafalkannya," ujarnya.
Tahun 1989, Iqbal berangkat ke Pondok Pesantren Darul Istiqomah,
Macoppa, Kab. Maros, untuk mejadi santri penghapal/tahfidz. Dasar
ingatannya yang tajam, kurun waktu 2,5 tahun, Iqbal telah dapat
menghapal al-Qur'an (30 juz). "Sebenarnya dalam waktu 1,5 tahun saya
sudah hafal, tapi yang satu tahunnya saya pakai untuk mengulang dan
memperlancar hafalan," ungkap Iqblal.
Bagaimana cara Iqbal menghafal? Ia dibantu ustadz-ustadz yang menjadi
tenaga pengajar di Pesantren Istiqomah. Prosesnya, salah seorang ustadz
membacakan al-Qur'an ayat demi ayat, kemudian Iqbal menghafalkannya.
Untuk memperlancar hafalan, Iqbal menggunakan kaset, begitu seterusnya.
Tidak hanya menghafal, Iqbal juga memperdalam ilmu-ilmu keislaman
lainnya seperti tafsir, hadist, fiqh, tauhid, Bahasa Arab dah lain-lain.
Seperti kala dititipkan di SD dan SMP dulu, di sini pun Iqbal melulu
mengandalkan pendengaran dan ingatannya. Kalau ada sesuatu yang tidak
jelas, baru ia bertanya kepada ustadznya.
Mei l992, Iqbal `naik pangkat' menjadi guru tahfidz (penghafal), karena
dianggap hafalannya sudah mantab. Saat bersamaan ia menyunting wanita
shalihah bernama Nahariah. Pasangan ini kini telah dikaruniai 5 orang
anak.
Delapan tahun kemudian, ia mendapat amanah baru yaitu memimpin Pesantren
Darul Istiqomah Cabang Timbusesng, Gowa. Baru berjalan 1,5 tahun, Iqbal
dipindah ke Bulukumba memimpin pesantren yang sama, hingga kini.
Di Bulukumba Darul Istiqomah cukup besar. Arealnya seluas 1 hektar
dengan 5 buah bangunan permanen berdiri di atasnya, terdiri dari masjid,
asrama, sekolah, kantor dan rumah pembina. Di sini Iqbal betul-betul
menanamkan nilai-nilai kepada seluruh santrinya. Program shalat malam
dan puasa Senin Kamis hampir-hampir wajib untuk para santri yang
berjumlah 110 anak. Bahkan pada malam Ramadhan, Iqbal selalu mengadakan
shalat malam selama 4 jam setiap, dimulai pada pukul 24.00 hingga 4
pagi.
Setiap hari Iqbal mengajar mulai pagi hingga siang. Ia mengajar berbagai
ilmu, antara lain ushul fiqh, hadist, nahwu -sharaf, dan tazkiyatun
nafs. Jadi teranglah, seorang yang tidak buta tidak berarti lebih pintar
dari orang buta. Iqbal sendiri bersyukur matanya buta. "Karena
mengurangi dosa saya. Sebab, dengan demikian mata saya tidak melakukan
zina," katanya. Subhaanallah!*
(Sarmadani/bas)
------------
Salatiga, Di Bawah Bayang-bayang Kristen
Padahal jumlah mereka minoritas. Lha, ummat Islamnya ke mana saja?
Sederetan mobil keluaran tahun 1997 sampai 2000-an kelihatan berjejer di
bawah pohon yang rindang. Mobil-mobil itu ada yang bernomor polisi
Jakarta, Malang, Manado, Kendari dan Semarang. Tak lama kemudian muncul
sekelompok mahasiswa-mahasiswi dari gedung berlantai lima yang artistik
memasuki mobil-mobil itu. Dilihat dari logat bicaranya, tampak sekali
kalau mereka berasal dari daerah dimana nomor polisi itu berasal.
Mereka itu adalah para mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) Salatiga Jawa Tengah yang terkenal itu. Kampus yang asri
dan tertata rapi yang luasnya 12 hektar itu mahasiswanya memang dikenal
berasal dari seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari
manca negara, Timor Timur. Dari kampus ini juga lahir beberapa dosen dan
alumni UKSW yang kini menjadi tokoh nasional seperti DR. Arif Budiman
(kini dosen di salah satu perguruan tinggi di Australia), Mathori Abdul
Jalil (Menhan) dan DR. Ariel Haryanto, seorang kolumnis kondang.
Sudah barang tentu Salatiga sebagai kota dimana UKSW berada namanya juga
ikut terangkat. Setiap orang yang ingat UKSW pasti ia juga ingat
Salatiga. Salatiga dan UKSW seakan sudah menjadi dua nama yang melekat.
Hanya saja, keterkaitan kedua nama itu terkadang menyesatkan. Hanya
karena universitas yang memiliki 9.350 mahasiswa itu berada di kota yang
terletak di lereng gunung Merbabu itu, maka pandangan orang terhadap
kota itu juga tidak jauh dengan persepsinya terhadap UKSW. Banyak orang
yang menilai bahwa Salatiga adalah kota Kristen. Penilaian ini timbul
karena mereka melihat UKSW. Universitas tersebut selama ini dikenal
sebagai salah satu kampus tempat pengkaderan misionaris Kristen terbesar
di Indonesia Timur. "Image itu memang dikondisikan UKSW," ungkap Mc.
Paulus, salah seorang tokoh Kristen Salatiga, yang juga salah satu ketua
persaudaraan antar agama di Salatiga.
Ditambah lagi, di kota yang sejuk ini banyak lembaga pendidikan Kristen
berdiri. Selain UKSW juga ada empat sekolah tinggi teologi dan lembaga
pendidikan dasar dan menengah yang jumlahnya cukup banyak.
"Kami harus akui bahwa dikenalnya Salatiga ini karena UKSW," kata
Mustofa, salah seorang pengusaha muda di kota tersebut. Tapi ia menolak
keras jika kotanya dijuluki sebagai kota Kristen. Karena dalam
realitanya mayoritas penduduknya adalah Muslim. "80% penduduk Salatiga
adalah ummat Islam," kata ketua MUI Salatiga, KH. Drs. Tamam Qaolany
menambahkan. Menurut Tamam, kesan seperti itu muncul karena gencarnya
publikasi UKSW mengkampanyekan Salatiga sebagai kota Kristen. Padahal
publikasi itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Seharusnya sebutan
itu diimbangi dengan jumlah pemeluknya. Sedangkan jumlah ummat Kristiani
di kota itu hanya 11%. "Sebagai warga kota Salatiga dan seorang Muslim
saya perlu meluruskan kesan tersebut," kata kakek yang pernah
mengislamkan dua dosen dari Australia sewaktu diminta mengisi materi
"Teologi Islam" dalam sebuah seminar di UKSW tahun 1996 yang dihadiri
oleh dosen dari 8 negara Eropa dan Australia.
Harus diakui, meski jumlah ummatnya minoritas, namun sekolah-sekolah
Kristen di Salatiga jauh lebih mapan ketimbang sekolah-sekolah Islam.
"Karena mereka memang sudah lama menggelutinya," kata M. Badwan, MAg,
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Hal itu juga
terkait dengan sejarah kota Salatiga. Sejak zaman penjajahan, Salatiga
sudah dijadikan sebagai tempat pemukiman dan pendidikan bangsa Belanda
yang notabene beragama Kristen. Sehingga wajar jika mereka jauh lebih
mapan dibanding sekolah-sekolah Islam.
Ummat Islam Bangun
Terletak di sebelah utara Solo, Salatiga merupakan sebuah kawasan yang
sejuk dan asri buatan Belanda. Dulu, kawasan ini merupakan tempat
peristirahatan dan pemukiman orang-orang Belanda. Dalam perkembangannya,
Belanda juga menjadikan kawasan itu sebagai pusat kegiatan Kristenisasi.
"(Tetapi) Meski sudah bertahun-tahun dijadikan sebagai pusat
Kristenisasi oleh Belanda, nyatanya masyarakat Muslim di sini masih
eksis," kata Badwan yang paham betul tentang sejarah perkembangan kota
ini. Makanya ia mempertanyakan anggapan kota tua ini dikatakan sebagai
kota Kristen. Karenanya, bagi Badwan sebutan itu hanya lipstik dan tidak
pada tempatnya.
Sekarang, Salatiga mengalami pemekaran wilayah dan karenanya kemudian
berubah menjadi kotamadya. Jika sebelumnya kota Salatiga hanya meliputi
kecamatan Salatiga saja, maka dengan berubahnya status itu kini
bertambah pula jumlah wilayah kecamatannya, antara lain kecamatan
Sidorejo, Sidomukti, Pabelan dan Tuntang. "Kecamatan-kecamatan tambahan
tersebut merupakan kantong Islam yang kuat," tambah Badwan, alumni Pasca
Sarjana IAIN Yogjakarta ini.
Tentu saja masuknya kecamatan-kacamata baru itu semakin menambah jumlah
ummat Islam di Salatiga. Hanya saja, jumlah yang besar saja tidak ada
artinya bila tidak berkualitas. Alhamdulillah, beberapa tahun belakangan
ini geliat da'wah mulai terasa. Itu diakui M Zulwa, salah satu ketua
Muhammadiyah Salatiga. "Dalam lima tahun terakhir ini semarak da'wah
memang sangat terasa di Salatiga," katanya.
Untuk membentengi ummat Islam dari pengaruh Kristenisasi, kaum muslimin
Salatiga saat ini juga aktif melakukan kegiatan-kegiatan da'wah seperti
pendirian Taman Pendidikan al-Qur'an (TPA) dan pengajian-pengajian.
Hampir semua kampung di sana telah berdiri TPA-TPA.
Selain itu juga terdapat beberapa kelompok pengajian yang memiliki
jamaah besar. Seperti Kelompok Pengajian Pensiunan Salatiga "As Sakinah"
yang kini jumlah jamaahnya 400 orang. Demikian pula pengajian-pengajian
di masjid dan musholla juga berjalan baik.
Da'wah tersebut semakin marak saat tiba hari raya Islam. Kaum muslimin,
tak peduli dari kelompok mana, bersama-sama merayakannya dengan gebyar
da'wah seperti pawai keliling kota dan perlombaan-perlombaan Islami.
"Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa da'wah ummat Islam di sini terus
berjalan," kata Suhada.
Di samping NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, dan ormas Islam lainnya juga
banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) Muslim dan lembaga da'wah yang
aktif melakukan pembinaan terhadap masyarakat seperti PP An-Nida',
Wahana Bhakti, Hidayatullah, dll. Mereka aktif membina kawula muda
seperti anak-anak SMU, mahasiswa, dan remaja masjid.
Kebangkitan juga terjadi dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah Islam
mulai tumbuh subur, terutama untuk tingkat menengah ke bawah. Antara
lain SD Islam Al Azhar, sekolah di bawah yayasan LPIA dan Muhammadiyah.
Bahkan sekolah-sekolah Islam itu sudah menjadi pilihan utama ummat.
Menurut Suhada, tokoh pendidikan di Salatiga, jumlah siswanya terus
bertambah tiap tahun. Contohnya, TK Islam milik LPIA, siswanya sekarang
300 anak, suatu jumlah yang besar untuk ukuran taman kanak-kanak.
Di tingkat perguruan tinggi ada STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri) yang berdiri sejak lima tahun lalu. Ke depan, diharapkan
reputasi dan kualitas STAIN mampu melebihi atau setidaknya sejajar
dengan UKSW.
Hanya saja, bangkitnya da'wah dan pendidikan Islam itu ternyata belum
mampu menghentikan Kristenisasi di Salatiga. "Kristenisasi jalan terus,"
kata Imam, yang juga seorang aktivis Islam yang rajin mengumpulkan
data-data Kristenisasi. Sebagai bukti, Imam menyebutkan beberapa nama
tetangganya yang dulunya Muslim kini sebagian ada yang pindah agama. Itu
menunjukkan gerakan memurtadkan ummat Islam masih terus berlangsung.
"Bagi kami yang terpenting jangan sampai mereka melakukan pemaksaan
kepada ummat Islam untuk masuk Kristen," kata Suhada, yang juga seorang
da'i. Pernah seorang misionaris dari Amerika beberapa waktu lalu.
Misionaris itu diusir dari salah satu desa di Salatiga karena terbukti
melakukan kegiatan misi yang bersifat pemaksaan.
Pernyataan Suhada itu tentu perlu ditambahi, bukan saja pemaksaan yang
dilarang, menyebarkan agama lain kepada orang yang sudah beragama itu
juga tidak boleh. Begitulah aturan main sesungguhnya.*
memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai
ternama. Ada pula tokoh Muslim yang "mendukung" kristenisasi
Kawin antar-agama hanyalah salah satu cara kristenisasi. Lainnya,
banyak. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending
perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini,
kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari
agama, baru kemudian memurtadkannya. Abu Deedat merujuk pada Al-Quran
Surat Al-Baqarah: 109, "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar
mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman..." Juga Al-Baqarah: 120, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."
Sinyalemen Al-Quran itu memang benar. Dalam Konferensi Misionaris di
kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur
organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan
menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan
seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq
sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi
baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum
penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu."
Plesetan Al-Quran
Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai
sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu.
Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet
dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan
Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman,
At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.
Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat
Al-Quran dan Hadits. "Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi.
Pemberian Supermie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi," tutur Abu
Deedat.
Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat
Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin -Muslim murtad-
menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
"Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada
umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti
orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang
hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati
seperti untuk Suradi dan Poernama," ujarnya. Dua nama terakhir adalah
pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena
menghina agama Islam.
Buku-buku Nurdin laku keras. Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes.
Hasilnya, menurut penuturan Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha
Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini, banyak orang Islam yang
akhirnya menerima Yesus alias murtad. "Bahkan ada yang menjadi
penginjil."
Contoh buku karangan Nurdin adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang
Benar), As-Sirrullahil Akbar (Rahasia Allah yang Paling Besar), dan
Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.
Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat.
Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami. Misalnya "Allahu Akbar Maulid
Nabi Isa as", "Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil",
dan "Siapakah yang Bernama Allah itu?" Bertebaran pula stiker kaligrafi
Arab yang isinya pujian kepada Yesus.
Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan
Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah
(YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.
Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri
Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak
dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik
itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada
pernyataan, "Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juruselamat saya."
Mengaku Mantan Haji
Bidang kesehatan juga dibidik. Ini antara lain dialami keluarga Hartono,
warga Kupang, Surabaya. Istrinya, Jam'iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ
Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan selangit sehingga Hartono yang
cuma bekerja sebagai mandor kontraktor kebingungan.
Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada
syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya
menjadi penganut Kristen.
Cara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat
atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang
menyanyikan puji-pujian kepada Yesus. Hal serupa juga dilakukan jemaat
Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul
Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai
sajadah, dan mendendangkan qasidah.
Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya -red) juga berani
mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai
terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan
diedarkan di tengah masyarakat.
Misalnya di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus
Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang
pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam
di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian
itu palsu.
Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu
Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir
Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji.
Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah
belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia
pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.
Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya
kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M
Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev
Paulus Marsudi.
Sekolah dan Tawaran Kerja
Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum
Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti
Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global
Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta,
yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.
Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan
misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan
mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan
bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU).
Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam,
menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala
super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala,
dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau
dapat gratisan, bisa saja. "Asal masuk Kristen," ujar Masrizal, aktivis
dakwah di Pesisir Selatan.
Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena
terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera
dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.
Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik
kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal
Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi
beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. "Tapi setelah sampai di sini,
mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto,"
ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara
konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.
Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut
kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara
babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5
hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg
warga dan aparat.
"Dukungan" Tokoh Muslim Liberal
Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan' dari beberapa orang
yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan
paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun
dunia baru', dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama.
Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan pluralnya
antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis
Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah
Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia.
Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara
al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang
harus disembah. Secara al'uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha
ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi
dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda
dengan Islam.
Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni)
kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam
bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud)
dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus).
Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk
dalam teologi Islam. "Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk
penghancuran aqidah," timpal Abu Deedat.
Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama,
Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa
Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan
kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi
tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide
Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui
keabsahan keduanya sekaligus.
Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu
sebagai upaya pendangkalan aqidah. "Para pengikut Nabi Isa as (kaum
Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru.
Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian
Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah
Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat
bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri," katanya.
Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab
sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal
menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina
(Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen
UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar),
dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.
Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI,
melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya.
Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk
mengakui bahwa agama Kristen juga benar. "Teologi pluralis sebenarnya
adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus
Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan," ujarnya.
Kaum Kristen juga tak segan-segan "menyerang" tokoh-tokoh Muslim yang
dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil
Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) dan KH Abdul
Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As-Syafiiyah, Jakarta).
Sekitar 5 bulan lalu, keduanya mendapat kiriman brosur dari STT
Apostolos. "Isinya tidak secara langsung mengajak kepada agama Kristen,
namun mengajak saya agar masuk ke dalam Apostolos. Itu artinya Apostolos
mengajak saya untuk masuk ke dalam agama Kristen," kata Abdul Rasyid.
Abdul Rasyid segera melaporkan kejadian itu kepada aparat, sebab cara
itu sudah melanggar ketentuan hukum, yakni larangan mengajak ummat suatu
agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian ada pemberitahuan dari aparat
bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni membantah telah mengirim
surat dan brosur itu.
"Terlepas dari benar tidaknya bantahan itu, yang jelas apa yang saya
alami merupakan indikasi bahwa sasaran kristenisasi tidak hanya kalangan
akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh masyarakat," ujar Abdul Rasyid.
Yerikho 2000 dan Doa 2002
Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar,
di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos
Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James
berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia.
James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan
mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani.
Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar
James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di
Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS
Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan
Asuransi Lippo.
Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia
Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church
Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea
Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh
mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti,
data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari
90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999). Keberhasilan itu
berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62
misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari
Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan
Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).
Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos
World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho
2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra
kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.
Proyek ini bertujuan "mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan
menyongsong abad XXI". Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil
dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah "paling gelap" di Indonesia dan
sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, "Kita harus
merebut tanah Pasundan bagi Kristus."
Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM
berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).
Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19
Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002. Secara khusus program ini menyebut
beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya
adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh,
Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua.
Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa
yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.
Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada
tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa
mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus
duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi,
literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan
kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku
Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan
wanita.
Secara khusus, orang Kristen mendoakan Presiden Megawati dan beberapa
pemimpin dunia. Harapannya, agar Megawati (dan para pemimpin) mendapat
pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan keluarganya datang mengenal
Kristus.
Duta-duta Injil juga sedang menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni
meningkatkan doa 5 kali sehari dengan pelaksanaan minimal 30 menit lebih
awal sebelum waktu shalat (bagi orang Islam). Tujuannya adalah untuk
mengadakan penghadangan ruhani sekaligus pembersihan atmosfir ruhani
agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.
Ritualnya dilaksanakan sebelum waktu shalat ummat Islam, yakni subuh
(mulai 03.15-selesai), pagi (10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore
(17.00-selesai), dan malam (18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan
doa semalaman dan peperangan ruhani sambil berkeliling kota/lokasi
tertentu. Awas, hati-hati!* (ahmad, dodi nurja, amz, pam)
------------
Da'i Buta, Pelita Ummat di Bulukumba
Buta mata bukan berarti hatinya buta. Justru karena buta ia menjadi
orang berguna
Salah kalau menganggap semua orang buta itu bodoh. Lihat saja Muhammad
Iqbal Coing (30), ia mampu menghafalkan al-Qur'an 30 juz (hafidz),
sesuatu yang tidak sembarang orang menguasainya. Ia juga seorang kiai
yang mengasuh 110 santri. Bukan itu saja, kini Iqbal, begitu panggilan
da'i muda ini lagi digandrungi ummat Islam di Bulukumba, Sulawesi
Selatan.
Dalam sehari rata-rata ia berceramah 3 kali dengan tempat berbeda-beda.
Bahkan kadang sampai ke Sinjai dan Bantaeng, dua kabupaten yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Bulukumba. Jamaahnya beragam, mulai
dari remaja, dewasa, ibu-ibu dan juga para pejabat. Andi Patabai
Pabokari, Bupati Bulukumba pernah meminta Iqbal ceramah di kantornya
ketika dia menetapkan hari Jum'at sebagai hari ibadah.
Isi ceramahnya bukan saja berbobot tapi juga memikat retorikanya.
Ceramahnya gampang menyentuh kalbu jamaahnya dan sesekali diselipi humar
segar. Selain itu, juga menyelipkan informasi-informasi terbaru tentang
persoalan-persoalan yang berkembang di sekitarnya, mulai dari ekonomi,
politik dan sosial baik nasional maupun internasional. "Beliau
seakan-akan melihat semua kejadian dan perkembangan yang ada,
seakan-akan beliau tidak buta," kata As'ad Salam, Ketua KPPSI (Komite
Persiapan Penegakan Syariat Islam) Bulukumba, yang sering mengantar dan
menjemput Iqbal untuk ceramah. "Meskipun saya tidak bisa membaca, tetapi
masih bisa mendengar. Saya aktif mengikuti perkembangan dunia lewat
berita radio," begitu ayah lima anak ini memberi resepnya. Cara lain,
kadang ia meminta santrinya membacakan berita-berita di koran dan
majalah.
Iqbal tidak cuma tampil di majelis taklim, beberapa kali ia Iqbal juga
bicara di forum ilmiah, misalnya seminar. Seperti disaksikan Suara
Hidayatullah (Sahid) sendiri di Masjid Babul Jihad, Kecamatan Kindang.
Iqbal mempresentasikan makalahnya berjudul, "Peran dan Kedudukan Wanita
Menurut Pandangan Islam." Tema itu dibahas oleh Iqbal secara sistematis
dengan mengutip beberapa hadits dan ayat al-Qur'an. "Makalah itu diketik
oleh anak-anak (santri), saya hanya mendikte saja," Iqbal memberi
pengakuan.
Dengan kemampuannya di atas, harus diakui bahwa ingatan Iqbal memang
sangat kuat. Bukti lain, ia bisa mengenali seseorang hanya dari
suaranya. "Saya sempat kaget, seingat saya baru sekali ketemu beliau,
tetapi beliau bisa mengenali saya," ungkap Hamka, salah seorang jamaah
Iqbal. Begitu pula dengan pengakuan para santri. Hanya saja, di mata
orang lain Iqbal dipandang punya kelebihan, ia sendiri menganggap
biasa-biasa. "Saya tidak punya kelebihan apa-apa, saya juga tidak punya
karomah, saya hanyalah mahluk biasa seperti kalian," begitulah Iqbal
selalu merendah.
Kelebihan Iqbal yang lain, ia mampu menjadi rem perekat dan bisa
diterima berbagai kelompok ummat Islam di Bulukumba. Seperti diakui
diungkapkan oleh As'ad Salam, "Keberadaan Iqbal di Bulukumba menjadi
pemersatu ummat."
Kelompok-kelompok ummat Islam di kota yang terkenal karena pembuatan
kapalnya itu antara NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiah, dan juga ada
beberapa harakah. Di antara kelompok-kelompok itu kadang muncul
gesekan-gesekan yang bisa memicu perpecahan. Di situlah peran Iqbal
mempererat tali ukhuwah islamiah. Ia sendiri mengaku netral. "Saya tidak
memihak pada satu kelompok atau organisasi Islam tertentu. Dan saya
berdakwah bukan karena kelompok, tapi karena Allah," tegasnya.
Tantangan lain yang dihadapi Iqbal adalah masih kuatnya kepercayaan
sebagian masyarakat Bulukumba terhadap mitos-mitos. Misalnya, tidak
sedikit ummat yang masih suka memberi sesajen kepada pohon besar atau ke
kuburan. Menghadapi masyarakat seperti ini, kata Iqbal, mesti hati-hati.
"(Sebab) jika dikerasi, mereka tidak akan menerima kita," katanya.
Sehingga Iqbal menggunakan kiat tersendiri dalam mendekati orang-orang
yang masih menganut kepercayaan seperti itu.
Di beberapa desa tertentu yang masih kuat kepercayaan tahayulnya, Iqbal
tidak memberikan ceramah fiqh yang berkaitan dengan halal haram.
Melainkan mengenalkan kemurnian ajaran Islam dan manfaat-manfaatnya. Ini
penting untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat.
Lahir Buta
Iqbal lahir dari pasangan Coing dan Umming 30 tahun lalu di Salomekko,
Kajuara, Sulawesi Selatan. Ayahnya seorang guru SD, ibunya petani biasa.
Berbeda dengan saudara-saudaranya lain yang normal, sejak lahir Iqbal
sudah buta. Beruntung ayahnya seorang yang bijak, meski si buah hati
cacat tapi dia tak ingin anaknya itu bodoh. Iqbal kemudian dititipkan di
SD di desanya sebagai anak bawang. Sekedar menambah pengalaman dan
pengetahuan, begitu mungkin maksud ayahnya. Di dalam kelas memang tidak
banyak yang bisa dilakukan Iqbal, selain duduk manis sambil mendengarkan
apa yang diajarkan guru. Itu dilakukan selama tiga tahun. Ketika usia
SMP, kembali Iqbal dititipkan di sebuah SMP di daerahnya selama dua
tahun. Di sini pun Iqbal cuma menjadi mustami' (pendengar). Meskipun
demikian, proses belajar yang unik itu cukup membuka wawasan Iqbal,
hingga memunculkan pertanyaan di dalam benaknya, "Kalau begini terus mau
jadi apa?"
Renungan sekelebat itu nyatanya mampu mendorong tekad baru. Apalagi ia
mengetahui orang-orang buta seperti dirinya nasibnya lebih banyak yang
memprihatinkan. Ada yang jadi pengamen, semir sepatu dan bahkan
pengemis. Ia tak ingin menjadi seperti itu. Ia ingin menjadi orang yang
berarti bagi orang lain. Terlintas di dalam benaknya, ia ingin menjadi
penghafal al-Qur'an saja. "Karena saya tidak bisa membaca, jadi saya
harus menghafalkannya," ujarnya.
Tahun 1989, Iqbal berangkat ke Pondok Pesantren Darul Istiqomah,
Macoppa, Kab. Maros, untuk mejadi santri penghapal/tahfidz. Dasar
ingatannya yang tajam, kurun waktu 2,5 tahun, Iqbal telah dapat
menghapal al-Qur'an (30 juz). "Sebenarnya dalam waktu 1,5 tahun saya
sudah hafal, tapi yang satu tahunnya saya pakai untuk mengulang dan
memperlancar hafalan," ungkap Iqblal.
Bagaimana cara Iqbal menghafal? Ia dibantu ustadz-ustadz yang menjadi
tenaga pengajar di Pesantren Istiqomah. Prosesnya, salah seorang ustadz
membacakan al-Qur'an ayat demi ayat, kemudian Iqbal menghafalkannya.
Untuk memperlancar hafalan, Iqbal menggunakan kaset, begitu seterusnya.
Tidak hanya menghafal, Iqbal juga memperdalam ilmu-ilmu keislaman
lainnya seperti tafsir, hadist, fiqh, tauhid, Bahasa Arab dah lain-lain.
Seperti kala dititipkan di SD dan SMP dulu, di sini pun Iqbal melulu
mengandalkan pendengaran dan ingatannya. Kalau ada sesuatu yang tidak
jelas, baru ia bertanya kepada ustadznya.
Mei l992, Iqbal `naik pangkat' menjadi guru tahfidz (penghafal), karena
dianggap hafalannya sudah mantab. Saat bersamaan ia menyunting wanita
shalihah bernama Nahariah. Pasangan ini kini telah dikaruniai 5 orang
anak.
Delapan tahun kemudian, ia mendapat amanah baru yaitu memimpin Pesantren
Darul Istiqomah Cabang Timbusesng, Gowa. Baru berjalan 1,5 tahun, Iqbal
dipindah ke Bulukumba memimpin pesantren yang sama, hingga kini.
Di Bulukumba Darul Istiqomah cukup besar. Arealnya seluas 1 hektar
dengan 5 buah bangunan permanen berdiri di atasnya, terdiri dari masjid,
asrama, sekolah, kantor dan rumah pembina. Di sini Iqbal betul-betul
menanamkan nilai-nilai kepada seluruh santrinya. Program shalat malam
dan puasa Senin Kamis hampir-hampir wajib untuk para santri yang
berjumlah 110 anak. Bahkan pada malam Ramadhan, Iqbal selalu mengadakan
shalat malam selama 4 jam setiap, dimulai pada pukul 24.00 hingga 4
pagi.
Setiap hari Iqbal mengajar mulai pagi hingga siang. Ia mengajar berbagai
ilmu, antara lain ushul fiqh, hadist, nahwu -sharaf, dan tazkiyatun
nafs. Jadi teranglah, seorang yang tidak buta tidak berarti lebih pintar
dari orang buta. Iqbal sendiri bersyukur matanya buta. "Karena
mengurangi dosa saya. Sebab, dengan demikian mata saya tidak melakukan
zina," katanya. Subhaanallah!*
(Sarmadani/bas)
------------
Salatiga, Di Bawah Bayang-bayang Kristen
Padahal jumlah mereka minoritas. Lha, ummat Islamnya ke mana saja?
Sederetan mobil keluaran tahun 1997 sampai 2000-an kelihatan berjejer di
bawah pohon yang rindang. Mobil-mobil itu ada yang bernomor polisi
Jakarta, Malang, Manado, Kendari dan Semarang. Tak lama kemudian muncul
sekelompok mahasiswa-mahasiswi dari gedung berlantai lima yang artistik
memasuki mobil-mobil itu. Dilihat dari logat bicaranya, tampak sekali
kalau mereka berasal dari daerah dimana nomor polisi itu berasal.
Mereka itu adalah para mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) Salatiga Jawa Tengah yang terkenal itu. Kampus yang asri
dan tertata rapi yang luasnya 12 hektar itu mahasiswanya memang dikenal
berasal dari seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari
manca negara, Timor Timur. Dari kampus ini juga lahir beberapa dosen dan
alumni UKSW yang kini menjadi tokoh nasional seperti DR. Arif Budiman
(kini dosen di salah satu perguruan tinggi di Australia), Mathori Abdul
Jalil (Menhan) dan DR. Ariel Haryanto, seorang kolumnis kondang.
Sudah barang tentu Salatiga sebagai kota dimana UKSW berada namanya juga
ikut terangkat. Setiap orang yang ingat UKSW pasti ia juga ingat
Salatiga. Salatiga dan UKSW seakan sudah menjadi dua nama yang melekat.
Hanya saja, keterkaitan kedua nama itu terkadang menyesatkan. Hanya
karena universitas yang memiliki 9.350 mahasiswa itu berada di kota yang
terletak di lereng gunung Merbabu itu, maka pandangan orang terhadap
kota itu juga tidak jauh dengan persepsinya terhadap UKSW. Banyak orang
yang menilai bahwa Salatiga adalah kota Kristen. Penilaian ini timbul
karena mereka melihat UKSW. Universitas tersebut selama ini dikenal
sebagai salah satu kampus tempat pengkaderan misionaris Kristen terbesar
di Indonesia Timur. "Image itu memang dikondisikan UKSW," ungkap Mc.
Paulus, salah seorang tokoh Kristen Salatiga, yang juga salah satu ketua
persaudaraan antar agama di Salatiga.
Ditambah lagi, di kota yang sejuk ini banyak lembaga pendidikan Kristen
berdiri. Selain UKSW juga ada empat sekolah tinggi teologi dan lembaga
pendidikan dasar dan menengah yang jumlahnya cukup banyak.
"Kami harus akui bahwa dikenalnya Salatiga ini karena UKSW," kata
Mustofa, salah seorang pengusaha muda di kota tersebut. Tapi ia menolak
keras jika kotanya dijuluki sebagai kota Kristen. Karena dalam
realitanya mayoritas penduduknya adalah Muslim. "80% penduduk Salatiga
adalah ummat Islam," kata ketua MUI Salatiga, KH. Drs. Tamam Qaolany
menambahkan. Menurut Tamam, kesan seperti itu muncul karena gencarnya
publikasi UKSW mengkampanyekan Salatiga sebagai kota Kristen. Padahal
publikasi itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Seharusnya sebutan
itu diimbangi dengan jumlah pemeluknya. Sedangkan jumlah ummat Kristiani
di kota itu hanya 11%. "Sebagai warga kota Salatiga dan seorang Muslim
saya perlu meluruskan kesan tersebut," kata kakek yang pernah
mengislamkan dua dosen dari Australia sewaktu diminta mengisi materi
"Teologi Islam" dalam sebuah seminar di UKSW tahun 1996 yang dihadiri
oleh dosen dari 8 negara Eropa dan Australia.
Harus diakui, meski jumlah ummatnya minoritas, namun sekolah-sekolah
Kristen di Salatiga jauh lebih mapan ketimbang sekolah-sekolah Islam.
"Karena mereka memang sudah lama menggelutinya," kata M. Badwan, MAg,
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Hal itu juga
terkait dengan sejarah kota Salatiga. Sejak zaman penjajahan, Salatiga
sudah dijadikan sebagai tempat pemukiman dan pendidikan bangsa Belanda
yang notabene beragama Kristen. Sehingga wajar jika mereka jauh lebih
mapan dibanding sekolah-sekolah Islam.
Ummat Islam Bangun
Terletak di sebelah utara Solo, Salatiga merupakan sebuah kawasan yang
sejuk dan asri buatan Belanda. Dulu, kawasan ini merupakan tempat
peristirahatan dan pemukiman orang-orang Belanda. Dalam perkembangannya,
Belanda juga menjadikan kawasan itu sebagai pusat kegiatan Kristenisasi.
"(Tetapi) Meski sudah bertahun-tahun dijadikan sebagai pusat
Kristenisasi oleh Belanda, nyatanya masyarakat Muslim di sini masih
eksis," kata Badwan yang paham betul tentang sejarah perkembangan kota
ini. Makanya ia mempertanyakan anggapan kota tua ini dikatakan sebagai
kota Kristen. Karenanya, bagi Badwan sebutan itu hanya lipstik dan tidak
pada tempatnya.
Sekarang, Salatiga mengalami pemekaran wilayah dan karenanya kemudian
berubah menjadi kotamadya. Jika sebelumnya kota Salatiga hanya meliputi
kecamatan Salatiga saja, maka dengan berubahnya status itu kini
bertambah pula jumlah wilayah kecamatannya, antara lain kecamatan
Sidorejo, Sidomukti, Pabelan dan Tuntang. "Kecamatan-kecamatan tambahan
tersebut merupakan kantong Islam yang kuat," tambah Badwan, alumni Pasca
Sarjana IAIN Yogjakarta ini.
Tentu saja masuknya kecamatan-kacamata baru itu semakin menambah jumlah
ummat Islam di Salatiga. Hanya saja, jumlah yang besar saja tidak ada
artinya bila tidak berkualitas. Alhamdulillah, beberapa tahun belakangan
ini geliat da'wah mulai terasa. Itu diakui M Zulwa, salah satu ketua
Muhammadiyah Salatiga. "Dalam lima tahun terakhir ini semarak da'wah
memang sangat terasa di Salatiga," katanya.
Untuk membentengi ummat Islam dari pengaruh Kristenisasi, kaum muslimin
Salatiga saat ini juga aktif melakukan kegiatan-kegiatan da'wah seperti
pendirian Taman Pendidikan al-Qur'an (TPA) dan pengajian-pengajian.
Hampir semua kampung di sana telah berdiri TPA-TPA.
Selain itu juga terdapat beberapa kelompok pengajian yang memiliki
jamaah besar. Seperti Kelompok Pengajian Pensiunan Salatiga "As Sakinah"
yang kini jumlah jamaahnya 400 orang. Demikian pula pengajian-pengajian
di masjid dan musholla juga berjalan baik.
Da'wah tersebut semakin marak saat tiba hari raya Islam. Kaum muslimin,
tak peduli dari kelompok mana, bersama-sama merayakannya dengan gebyar
da'wah seperti pawai keliling kota dan perlombaan-perlombaan Islami.
"Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa da'wah ummat Islam di sini terus
berjalan," kata Suhada.
Di samping NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, dan ormas Islam lainnya juga
banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) Muslim dan lembaga da'wah yang
aktif melakukan pembinaan terhadap masyarakat seperti PP An-Nida',
Wahana Bhakti, Hidayatullah, dll. Mereka aktif membina kawula muda
seperti anak-anak SMU, mahasiswa, dan remaja masjid.
Kebangkitan juga terjadi dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah Islam
mulai tumbuh subur, terutama untuk tingkat menengah ke bawah. Antara
lain SD Islam Al Azhar, sekolah di bawah yayasan LPIA dan Muhammadiyah.
Bahkan sekolah-sekolah Islam itu sudah menjadi pilihan utama ummat.
Menurut Suhada, tokoh pendidikan di Salatiga, jumlah siswanya terus
bertambah tiap tahun. Contohnya, TK Islam milik LPIA, siswanya sekarang
300 anak, suatu jumlah yang besar untuk ukuran taman kanak-kanak.
Di tingkat perguruan tinggi ada STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri) yang berdiri sejak lima tahun lalu. Ke depan, diharapkan
reputasi dan kualitas STAIN mampu melebihi atau setidaknya sejajar
dengan UKSW.
Hanya saja, bangkitnya da'wah dan pendidikan Islam itu ternyata belum
mampu menghentikan Kristenisasi di Salatiga. "Kristenisasi jalan terus,"
kata Imam, yang juga seorang aktivis Islam yang rajin mengumpulkan
data-data Kristenisasi. Sebagai bukti, Imam menyebutkan beberapa nama
tetangganya yang dulunya Muslim kini sebagian ada yang pindah agama. Itu
menunjukkan gerakan memurtadkan ummat Islam masih terus berlangsung.
"Bagi kami yang terpenting jangan sampai mereka melakukan pemaksaan
kepada ummat Islam untuk masuk Kristen," kata Suhada, yang juga seorang
da'i. Pernah seorang misionaris dari Amerika beberapa waktu lalu.
Misionaris itu diusir dari salah satu desa di Salatiga karena terbukti
melakukan kegiatan misi yang bersifat pemaksaan.
Pernyataan Suhada itu tentu perlu ditambahi, bukan saja pemaksaan yang
dilarang, menyebarkan agama lain kepada orang yang sudah beragama itu
juga tidak boleh. Begitulah aturan main sesungguhnya.*
banyak jalan menyebarkan ajaran agama
BalasHapuspenyebaran agama dilakukan berbagai cara, tinggal bagaimana mencermatinya, kunjungan balasan ya ke blog saya www.goocap.com
BalasHapusSAYA AKAN MENGHANCURKAN UMAT ISLAM KARENA KEBODOHAN KALIAN
BalasHapus