Selasa, 03 April 2012

Mengenal Gerakan Kristenisasi

          Sejak kapan sih gerakan kristenisasi ini muncul ? Gerakan ini muncul sejak kekalahan Umat kristen pada perang salib. Pendirinya nya tidak di ketahui.Asih gerakan kristenisasi itu ? Gerakan kristenisasi ialah mengkristenkan orang atau membuat seseorang memeluk agama Kristen. Arti kata-kata itu menurut istilah ialah: mengkristenkan orang secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang mungkin agar supaya adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan ajaran agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan tersiar luasnya agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial penduduk diatur dan berpusat ke gereja.Ada pun cara-cara yang di lakukan oleh para " mujahid " kristen dalam melancarkan tugasnya adalah Berbagai cara ditempuh untuk melancarkan proyek kristenisasi. Ada yang

memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai

ternama. Ada pula tokoh Muslim yang "mendukung" kristenisasi

Kawin antar-agama hanyalah salah satu cara kristenisasi. Lainnya,

banyak. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending

perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini,

kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari

agama, baru kemudian memurtadkannya. Abu Deedat merujuk pada Al-Quran

Surat Al-Baqarah: 109, "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar

mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu

beriman..." Juga Al-Baqarah: 120, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak

akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."

Sinyalemen Al-Quran itu memang benar. Dalam Konferensi Misionaris di

kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur

organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan

menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan

seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq

sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi

baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum

penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu."

Plesetan Al-Quran

Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai

sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu.

Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet

dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan

Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman,

At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.

Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat

Al-Quran dan Hadits. "Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi.

Pemberian Supermie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi," tutur Abu

Deedat.

Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat

Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin -Muslim murtad-

menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

"Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada

umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari

hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti

orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang

hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati

seperti untuk Suradi dan Poernama," ujarnya. Dua nama terakhir adalah

pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena

menghina agama Islam.

Buku-buku Nurdin laku keras. Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes.

Hasilnya, menurut penuturan Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha

Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini, banyak orang Islam yang

akhirnya menerima Yesus alias murtad. "Bahkan ada yang menjadi

penginjil."

Contoh buku karangan Nurdin adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang

Benar), As-Sirrullahil Akbar (Rahasia Allah yang Paling Besar), dan

Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.

Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat.

Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami. Misalnya "Allahu Akbar Maulid

Nabi Isa as", "Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil",

dan "Siapakah yang Bernama Allah itu?" Bertebaran pula stiker kaligrafi

Arab yang isinya pujian kepada Yesus.

Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan

Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah

(YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.

Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri

Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak

dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik

itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada

pernyataan, "Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juruselamat saya."

Mengaku Mantan Haji

Bidang kesehatan juga dibidik. Ini antara lain dialami keluarga Hartono,

warga Kupang, Surabaya. Istrinya, Jam'iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ

Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan selangit sehingga Hartono yang

cuma bekerja sebagai mandor kontraktor kebingungan.

Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada

syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya

menjadi penganut Kristen.

Cara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat

atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang

menyanyikan puji-pujian kepada Yesus. Hal serupa juga dilakukan jemaat

Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul

Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai

sajadah, dan mendendangkan qasidah.

Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya -red) juga berani

mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai

terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan

diedarkan di tengah masyarakat.

Misalnya di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus

Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang

pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam

di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian

itu palsu.

Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu

Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir

Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji.

Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah

belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia

pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.

Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya

kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M

Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev

Paulus Marsudi.

Sekolah dan Tawaran Kerja

Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum

Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti

Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global

Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta,

yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.

Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan

misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir

Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan

mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan

bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU).

Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam,

menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala

super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala,

dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau

dapat gratisan, bisa saja. "Asal masuk Kristen," ujar Masrizal, aktivis

dakwah di Pesisir Selatan.

Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena

terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera

dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.

Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik

kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal

Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi

beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. "Tapi setelah sampai di sini,

mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto,"

ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara

konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.

Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut

kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara

babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5

hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg

warga dan aparat.

"Dukungan" Tokoh Muslim Liberal

Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan' dari beberapa orang

yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan

paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun

dunia baru', dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama.

Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan pluralnya

antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis

Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah

Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia.

Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara

al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang

harus disembah. Secara al'uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha

ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi

dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda

dengan Islam.

Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni)

kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam

bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud)

dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus).

Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk

dalam teologi Islam. "Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk

penghancuran aqidah," timpal Abu Deedat.

Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama,

Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa

Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan

kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi

tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide

Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui

keabsahan keduanya sekaligus.

Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu

sebagai upaya pendangkalan aqidah. "Para pengikut Nabi Isa as (kaum

Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru.

Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian

Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah

Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat

bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri," katanya.

Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab

sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal

menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina

(Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen

UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar),

dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.

Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI,

melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya.

Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk

mengakui bahwa agama Kristen juga benar. "Teologi pluralis sebenarnya

adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus

Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan," ujarnya.

Kaum Kristen juga tak segan-segan "menyerang" tokoh-tokoh Muslim yang

dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil

Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) dan KH Abdul

Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As-Syafiiyah, Jakarta).

Sekitar 5 bulan lalu, keduanya mendapat kiriman brosur dari STT

Apostolos. "Isinya tidak secara langsung mengajak kepada agama Kristen,

namun mengajak saya agar masuk ke dalam Apostolos. Itu artinya Apostolos

mengajak saya untuk masuk ke dalam agama Kristen," kata Abdul Rasyid.

Abdul Rasyid segera melaporkan kejadian itu kepada aparat, sebab cara

itu sudah melanggar ketentuan hukum, yakni larangan mengajak ummat suatu

agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian ada pemberitahuan dari aparat

bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni membantah telah mengirim

surat dan brosur itu.

"Terlepas dari benar tidaknya bantahan itu, yang jelas apa yang saya

alami merupakan indikasi bahwa sasaran kristenisasi tidak hanya kalangan

akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh masyarakat," ujar Abdul Rasyid.

Yerikho 2000 dan Doa 2002

Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar,

di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos

Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James

berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia.

James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan

mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani.

Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar

James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di

Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS

Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan

Asuransi Lippo.

Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia

Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church

Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea

Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh

mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti,

data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari

90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999). Keberhasilan itu

berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62

misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari

Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan

Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).

Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos

World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho

2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra

kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.

Proyek ini bertujuan "mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan

menyongsong abad XXI". Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil

dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah "paling gelap" di Indonesia dan

sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, "Kita harus

merebut tanah Pasundan bagi Kristus."

Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,

Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM

berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).

Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19

Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002. Secara khusus program ini menyebut

beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya

adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh,

Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua.

Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa

yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.

Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada

tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa

mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus

duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi,

literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan

kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku

Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan

wanita.

Secara khusus, orang Kristen mendoakan Presiden Megawati dan beberapa

pemimpin dunia. Harapannya, agar Megawati (dan para pemimpin) mendapat

pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan keluarganya datang mengenal

Kristus.

Duta-duta Injil juga sedang menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni

meningkatkan doa 5 kali sehari dengan pelaksanaan minimal 30 menit lebih

awal sebelum waktu shalat (bagi orang Islam). Tujuannya adalah untuk

mengadakan penghadangan ruhani sekaligus pembersihan atmosfir ruhani

agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.

Ritualnya dilaksanakan sebelum waktu shalat ummat Islam, yakni subuh

(mulai 03.15-selesai), pagi (10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore

(17.00-selesai), dan malam (18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan

doa semalaman dan peperangan ruhani sambil berkeliling kota/lokasi

tertentu. Awas, hati-hati!* (ahmad, dodi nurja, amz, pam)

------------

Da'i Buta, Pelita Ummat di Bulukumba

Buta mata bukan berarti hatinya buta. Justru karena buta ia menjadi

orang berguna

Salah kalau menganggap semua orang buta itu bodoh. Lihat saja Muhammad

Iqbal Coing (30), ia mampu menghafalkan al-Qur'an 30 juz (hafidz),

sesuatu yang tidak sembarang orang menguasainya. Ia juga seorang kiai

yang mengasuh 110 santri. Bukan itu saja, kini Iqbal, begitu panggilan

da'i muda ini lagi digandrungi ummat Islam di Bulukumba, Sulawesi

Selatan.

Dalam sehari rata-rata ia berceramah 3 kali dengan tempat berbeda-beda.

Bahkan kadang sampai ke Sinjai dan Bantaeng, dua kabupaten yang

berbatasan langsung dengan Kabupaten Bulukumba. Jamaahnya beragam, mulai

dari remaja, dewasa, ibu-ibu dan juga para pejabat. Andi Patabai

Pabokari, Bupati Bulukumba pernah meminta Iqbal ceramah di kantornya

ketika dia menetapkan hari Jum'at sebagai hari ibadah.

Isi ceramahnya bukan saja berbobot tapi juga memikat retorikanya.

Ceramahnya gampang menyentuh kalbu jamaahnya dan sesekali diselipi humar

segar. Selain itu, juga menyelipkan informasi-informasi terbaru tentang

persoalan-persoalan yang berkembang di sekitarnya, mulai dari ekonomi,

politik dan sosial baik nasional maupun internasional. "Beliau

seakan-akan melihat semua kejadian dan perkembangan yang ada,

seakan-akan beliau tidak buta," kata As'ad Salam, Ketua KPPSI (Komite

Persiapan Penegakan Syariat Islam) Bulukumba, yang sering mengantar dan

menjemput Iqbal untuk ceramah. "Meskipun saya tidak bisa membaca, tetapi

masih bisa mendengar. Saya aktif mengikuti perkembangan dunia lewat

berita radio," begitu ayah lima anak ini memberi resepnya. Cara lain,

kadang ia meminta santrinya membacakan berita-berita di koran dan

majalah.

Iqbal tidak cuma tampil di majelis taklim, beberapa kali ia Iqbal juga

bicara di forum ilmiah, misalnya seminar. Seperti disaksikan Suara

Hidayatullah (Sahid) sendiri di Masjid Babul Jihad, Kecamatan Kindang.

Iqbal mempresentasikan makalahnya berjudul, "Peran dan Kedudukan Wanita

Menurut Pandangan Islam." Tema itu dibahas oleh Iqbal secara sistematis

dengan mengutip beberapa hadits dan ayat al-Qur'an. "Makalah itu diketik

oleh anak-anak (santri), saya hanya mendikte saja," Iqbal memberi

pengakuan.

Dengan kemampuannya di atas, harus diakui bahwa ingatan Iqbal memang

sangat kuat. Bukti lain, ia bisa mengenali seseorang hanya dari

suaranya. "Saya sempat kaget, seingat saya baru sekali ketemu beliau,

tetapi beliau bisa mengenali saya," ungkap Hamka, salah seorang jamaah

Iqbal. Begitu pula dengan pengakuan para santri. Hanya saja, di mata

orang lain Iqbal dipandang punya kelebihan, ia sendiri menganggap

biasa-biasa. "Saya tidak punya kelebihan apa-apa, saya juga tidak punya

karomah, saya hanyalah mahluk biasa seperti kalian," begitulah Iqbal

selalu merendah.

Kelebihan Iqbal yang lain, ia mampu menjadi rem perekat dan bisa

diterima berbagai kelompok ummat Islam di Bulukumba. Seperti diakui

diungkapkan oleh As'ad Salam, "Keberadaan Iqbal di Bulukumba menjadi

pemersatu ummat."

Kelompok-kelompok ummat Islam di kota yang terkenal karena pembuatan

kapalnya itu antara NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiah, dan juga ada

beberapa harakah. Di antara kelompok-kelompok itu kadang muncul

gesekan-gesekan yang bisa memicu perpecahan. Di situlah peran Iqbal

mempererat tali ukhuwah islamiah. Ia sendiri mengaku netral. "Saya tidak

memihak pada satu kelompok atau organisasi Islam tertentu. Dan saya

berdakwah bukan karena kelompok, tapi karena Allah," tegasnya.

Tantangan lain yang dihadapi Iqbal adalah masih kuatnya kepercayaan

sebagian masyarakat Bulukumba terhadap mitos-mitos. Misalnya, tidak

sedikit ummat yang masih suka memberi sesajen kepada pohon besar atau ke

kuburan. Menghadapi masyarakat seperti ini, kata Iqbal, mesti hati-hati.

"(Sebab) jika dikerasi, mereka tidak akan menerima kita," katanya.

Sehingga Iqbal menggunakan kiat tersendiri dalam mendekati orang-orang

yang masih menganut kepercayaan seperti itu.

Di beberapa desa tertentu yang masih kuat kepercayaan tahayulnya, Iqbal

tidak memberikan ceramah fiqh yang berkaitan dengan halal haram.

Melainkan mengenalkan kemurnian ajaran Islam dan manfaat-manfaatnya. Ini

penting untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat.

Lahir Buta

Iqbal lahir dari pasangan Coing dan Umming 30 tahun lalu di Salomekko,

Kajuara, Sulawesi Selatan. Ayahnya seorang guru SD, ibunya petani biasa.

Berbeda dengan saudara-saudaranya lain yang normal, sejak lahir Iqbal

sudah buta. Beruntung ayahnya seorang yang bijak, meski si buah hati

cacat tapi dia tak ingin anaknya itu bodoh. Iqbal kemudian dititipkan di

SD di desanya sebagai anak bawang. Sekedar menambah pengalaman dan

pengetahuan, begitu mungkin maksud ayahnya. Di dalam kelas memang tidak

banyak yang bisa dilakukan Iqbal, selain duduk manis sambil mendengarkan

apa yang diajarkan guru. Itu dilakukan selama tiga tahun. Ketika usia

SMP, kembali Iqbal dititipkan di sebuah SMP di daerahnya selama dua

tahun. Di sini pun Iqbal cuma menjadi mustami' (pendengar). Meskipun

demikian, proses belajar yang unik itu cukup membuka wawasan Iqbal,

hingga memunculkan pertanyaan di dalam benaknya, "Kalau begini terus mau

jadi apa?"

Renungan sekelebat itu nyatanya mampu mendorong tekad baru. Apalagi ia

mengetahui orang-orang buta seperti dirinya nasibnya lebih banyak yang

memprihatinkan. Ada yang jadi pengamen, semir sepatu dan bahkan

pengemis. Ia tak ingin menjadi seperti itu. Ia ingin menjadi orang yang

berarti bagi orang lain. Terlintas di dalam benaknya, ia ingin menjadi

penghafal al-Qur'an saja. "Karena saya tidak bisa membaca, jadi saya

harus menghafalkannya," ujarnya.

Tahun 1989, Iqbal berangkat ke Pondok Pesantren Darul Istiqomah,

Macoppa, Kab. Maros, untuk mejadi santri penghapal/tahfidz. Dasar

ingatannya yang tajam, kurun waktu 2,5 tahun, Iqbal telah dapat

menghapal al-Qur'an (30 juz). "Sebenarnya dalam waktu 1,5 tahun saya

sudah hafal, tapi yang satu tahunnya saya pakai untuk mengulang dan

memperlancar hafalan," ungkap Iqblal.

Bagaimana cara Iqbal menghafal? Ia dibantu ustadz-ustadz yang menjadi

tenaga pengajar di Pesantren Istiqomah. Prosesnya, salah seorang ustadz

membacakan al-Qur'an ayat demi ayat, kemudian Iqbal menghafalkannya.

Untuk memperlancar hafalan, Iqbal menggunakan kaset, begitu seterusnya.

Tidak hanya menghafal, Iqbal juga memperdalam ilmu-ilmu keislaman

lainnya seperti tafsir, hadist, fiqh, tauhid, Bahasa Arab dah lain-lain.

Seperti kala dititipkan di SD dan SMP dulu, di sini pun Iqbal melulu

mengandalkan pendengaran dan ingatannya. Kalau ada sesuatu yang tidak

jelas, baru ia bertanya kepada ustadznya.

Mei l992, Iqbal `naik pangkat' menjadi guru tahfidz (penghafal), karena

dianggap hafalannya sudah mantab. Saat bersamaan ia menyunting wanita

shalihah bernama Nahariah. Pasangan ini kini telah dikaruniai 5 orang

anak.

Delapan tahun kemudian, ia mendapat amanah baru yaitu memimpin Pesantren

Darul Istiqomah Cabang Timbusesng, Gowa. Baru berjalan 1,5 tahun, Iqbal

dipindah ke Bulukumba memimpin pesantren yang sama, hingga kini.

Di Bulukumba Darul Istiqomah cukup besar. Arealnya seluas 1 hektar

dengan 5 buah bangunan permanen berdiri di atasnya, terdiri dari masjid,

asrama, sekolah, kantor dan rumah pembina. Di sini Iqbal betul-betul

menanamkan nilai-nilai kepada seluruh santrinya. Program shalat malam

dan puasa Senin Kamis hampir-hampir wajib untuk para santri yang

berjumlah 110 anak. Bahkan pada malam Ramadhan, Iqbal selalu mengadakan

shalat malam selama 4 jam setiap, dimulai pada pukul 24.00 hingga 4

pagi.

Setiap hari Iqbal mengajar mulai pagi hingga siang. Ia mengajar berbagai

ilmu, antara lain ushul fiqh, hadist, nahwu -sharaf, dan tazkiyatun

nafs. Jadi teranglah, seorang yang tidak buta tidak berarti lebih pintar

dari orang buta. Iqbal sendiri bersyukur matanya buta. "Karena

mengurangi dosa saya. Sebab, dengan demikian mata saya tidak melakukan

zina," katanya. Subhaanallah!*

(Sarmadani/bas)

------------

Salatiga, Di Bawah Bayang-bayang Kristen

Padahal jumlah mereka minoritas. Lha, ummat Islamnya ke mana saja?

Sederetan mobil keluaran tahun 1997 sampai 2000-an kelihatan berjejer di

bawah pohon yang rindang. Mobil-mobil itu ada yang bernomor polisi

Jakarta, Malang, Manado, Kendari dan Semarang. Tak lama kemudian muncul

sekelompok mahasiswa-mahasiswi dari gedung berlantai lima yang artistik

memasuki mobil-mobil itu. Dilihat dari logat bicaranya, tampak sekali

kalau mereka berasal dari daerah dimana nomor polisi itu berasal.

Mereka itu adalah para mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Satya

Wacana (UKSW) Salatiga Jawa Tengah yang terkenal itu. Kampus yang asri

dan tertata rapi yang luasnya 12 hektar itu mahasiswanya memang dikenal

berasal dari seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan ada yang datang dari

manca negara, Timor Timur. Dari kampus ini juga lahir beberapa dosen dan

alumni UKSW yang kini menjadi tokoh nasional seperti DR. Arif Budiman

(kini dosen di salah satu perguruan tinggi di Australia), Mathori Abdul

Jalil (Menhan) dan DR. Ariel Haryanto, seorang kolumnis kondang.

Sudah barang tentu Salatiga sebagai kota dimana UKSW berada namanya juga

ikut terangkat. Setiap orang yang ingat UKSW pasti ia juga ingat

Salatiga. Salatiga dan UKSW seakan sudah menjadi dua nama yang melekat.

Hanya saja, keterkaitan kedua nama itu terkadang menyesatkan. Hanya

karena universitas yang memiliki 9.350 mahasiswa itu berada di kota yang

terletak di lereng gunung Merbabu itu, maka pandangan orang terhadap

kota itu juga tidak jauh dengan persepsinya terhadap UKSW. Banyak orang

yang menilai bahwa Salatiga adalah kota Kristen. Penilaian ini timbul

karena mereka melihat UKSW. Universitas tersebut selama ini dikenal

sebagai salah satu kampus tempat pengkaderan misionaris Kristen terbesar

di Indonesia Timur. "Image itu memang dikondisikan UKSW," ungkap Mc.

Paulus, salah seorang tokoh Kristen Salatiga, yang juga salah satu ketua

persaudaraan antar agama di Salatiga.

Ditambah lagi, di kota yang sejuk ini banyak lembaga pendidikan Kristen

berdiri. Selain UKSW juga ada empat sekolah tinggi teologi dan lembaga

pendidikan dasar dan menengah yang jumlahnya cukup banyak.

"Kami harus akui bahwa dikenalnya Salatiga ini karena UKSW," kata

Mustofa, salah seorang pengusaha muda di kota tersebut. Tapi ia menolak

keras jika kotanya dijuluki sebagai kota Kristen. Karena dalam

realitanya mayoritas penduduknya adalah Muslim. "80% penduduk Salatiga

adalah ummat Islam," kata ketua MUI Salatiga, KH. Drs. Tamam Qaolany

menambahkan. Menurut Tamam, kesan seperti itu muncul karena gencarnya

publikasi UKSW mengkampanyekan Salatiga sebagai kota Kristen. Padahal

publikasi itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Seharusnya sebutan

itu diimbangi dengan jumlah pemeluknya. Sedangkan jumlah ummat Kristiani

di kota itu hanya 11%. "Sebagai warga kota Salatiga dan seorang Muslim

saya perlu meluruskan kesan tersebut," kata kakek yang pernah

mengislamkan dua dosen dari Australia sewaktu diminta mengisi materi

"Teologi Islam" dalam sebuah seminar di UKSW tahun 1996 yang dihadiri

oleh dosen dari 8 negara Eropa dan Australia.

Harus diakui, meski jumlah ummatnya minoritas, namun sekolah-sekolah

Kristen di Salatiga jauh lebih mapan ketimbang sekolah-sekolah Islam.

"Karena mereka memang sudah lama menggelutinya," kata M. Badwan, MAg,

Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Hal itu juga

terkait dengan sejarah kota Salatiga. Sejak zaman penjajahan, Salatiga

sudah dijadikan sebagai tempat pemukiman dan pendidikan bangsa Belanda

yang notabene beragama Kristen. Sehingga wajar jika mereka jauh lebih

mapan dibanding sekolah-sekolah Islam.

Ummat Islam Bangun

Terletak di sebelah utara Solo, Salatiga merupakan sebuah kawasan yang

sejuk dan asri buatan Belanda. Dulu, kawasan ini merupakan tempat

peristirahatan dan pemukiman orang-orang Belanda. Dalam perkembangannya,

Belanda juga menjadikan kawasan itu sebagai pusat kegiatan Kristenisasi.

"(Tetapi) Meski sudah bertahun-tahun dijadikan sebagai pusat

Kristenisasi oleh Belanda, nyatanya masyarakat Muslim di sini masih

eksis," kata Badwan yang paham betul tentang sejarah perkembangan kota

ini. Makanya ia mempertanyakan anggapan kota tua ini dikatakan sebagai

kota Kristen. Karenanya, bagi Badwan sebutan itu hanya lipstik dan tidak

pada tempatnya.

Sekarang, Salatiga mengalami pemekaran wilayah dan karenanya kemudian

berubah menjadi kotamadya. Jika sebelumnya kota Salatiga hanya meliputi

kecamatan Salatiga saja, maka dengan berubahnya status itu kini

bertambah pula jumlah wilayah kecamatannya, antara lain kecamatan

Sidorejo, Sidomukti, Pabelan dan Tuntang. "Kecamatan-kecamatan tambahan

tersebut merupakan kantong Islam yang kuat," tambah Badwan, alumni Pasca

Sarjana IAIN Yogjakarta ini.

Tentu saja masuknya kecamatan-kacamata baru itu semakin menambah jumlah

ummat Islam di Salatiga. Hanya saja, jumlah yang besar saja tidak ada

artinya bila tidak berkualitas. Alhamdulillah, beberapa tahun belakangan

ini geliat da'wah mulai terasa. Itu diakui M Zulwa, salah satu ketua

Muhammadiyah Salatiga. "Dalam lima tahun terakhir ini semarak da'wah

memang sangat terasa di Salatiga," katanya.

Untuk membentengi ummat Islam dari pengaruh Kristenisasi, kaum muslimin

Salatiga saat ini juga aktif melakukan kegiatan-kegiatan da'wah seperti

pendirian Taman Pendidikan al-Qur'an (TPA) dan pengajian-pengajian.

Hampir semua kampung di sana telah berdiri TPA-TPA.

Selain itu juga terdapat beberapa kelompok pengajian yang memiliki

jamaah besar. Seperti Kelompok Pengajian Pensiunan Salatiga "As Sakinah"

yang kini jumlah jamaahnya 400 orang. Demikian pula pengajian-pengajian

di masjid dan musholla juga berjalan baik.

Da'wah tersebut semakin marak saat tiba hari raya Islam. Kaum muslimin,

tak peduli dari kelompok mana, bersama-sama merayakannya dengan gebyar

da'wah seperti pawai keliling kota dan perlombaan-perlombaan Islami.

"Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa da'wah ummat Islam di sini terus

berjalan," kata Suhada.

Di samping NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, dan ormas Islam lainnya juga

banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) Muslim dan lembaga da'wah yang

aktif melakukan pembinaan terhadap masyarakat seperti PP An-Nida',

Wahana Bhakti, Hidayatullah, dll. Mereka aktif membina kawula muda

seperti anak-anak SMU, mahasiswa, dan remaja masjid.

Kebangkitan juga terjadi dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah Islam

mulai tumbuh subur, terutama untuk tingkat menengah ke bawah. Antara

lain SD Islam Al Azhar, sekolah di bawah yayasan LPIA dan Muhammadiyah.

Bahkan sekolah-sekolah Islam itu sudah menjadi pilihan utama ummat.

Menurut Suhada, tokoh pendidikan di Salatiga, jumlah siswanya terus

bertambah tiap tahun. Contohnya, TK Islam milik LPIA, siswanya sekarang

300 anak, suatu jumlah yang besar untuk ukuran taman kanak-kanak.

Di tingkat perguruan tinggi ada STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri) yang berdiri sejak lima tahun lalu. Ke depan, diharapkan

reputasi dan kualitas STAIN mampu melebihi atau setidaknya sejajar

dengan UKSW.

Hanya saja, bangkitnya da'wah dan pendidikan Islam itu ternyata belum

mampu menghentikan Kristenisasi di Salatiga. "Kristenisasi jalan terus,"

kata Imam, yang juga seorang aktivis Islam yang rajin mengumpulkan

data-data Kristenisasi. Sebagai bukti, Imam menyebutkan beberapa nama

tetangganya yang dulunya Muslim kini sebagian ada yang pindah agama. Itu

menunjukkan gerakan memurtadkan ummat Islam masih terus berlangsung.

"Bagi kami yang terpenting jangan sampai mereka melakukan pemaksaan

kepada ummat Islam untuk masuk Kristen," kata Suhada, yang juga seorang

da'i. Pernah seorang misionaris dari Amerika beberapa waktu lalu.

Misionaris itu diusir dari salah satu desa di Salatiga karena terbukti

melakukan kegiatan misi yang bersifat pemaksaan.

Pernyataan Suhada itu tentu perlu ditambahi, bukan saja pemaksaan yang

dilarang, menyebarkan agama lain kepada orang yang sudah beragama itu

juga tidak boleh. Begitulah aturan main sesungguhnya.*

3 komentar:

  1. banyak jalan menyebarkan ajaran agama

    BalasHapus
  2. penyebaran agama dilakukan berbagai cara, tinggal bagaimana mencermatinya, kunjungan balasan ya ke blog saya www.goocap.com

    BalasHapus
  3. SAYA AKAN MENGHANCURKAN UMAT ISLAM KARENA KEBODOHAN KALIAN

    BalasHapus